Rabu, 04 April 2018

TUGAS RUTIN PENGEMBANGAN MATERI IPS: KONSEP-KONSEP DASAR PENDEKATAN METODE SERTA TEORI-TEORI DALAM STUDI SOSIAL EKONOMI

KONSEP-KONSEP DASAR PENDEKATAN METODE SERTA TEORI-TEORI DALAM STUDI SOSIAL EKONOMI




DI SUSUN OLEH :
·        RATIH ANDRIANI
·        YEREMIA SOMURA PASARIBU
KELAS : B REGULER
DOSEN PENGAMPU : Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis, M.Si

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017







KATA PENGANTAR
        Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kita sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul, “Konsep-Konsep Dasar Pendekatan Metode Serta Teori-Teori Dalam Studi Sosial Ekonomi”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir, semoga dari makalah ini, kita dapat menambah pengetahuan mengenai Konsep-Konsep Dasar Pendekatan Metode Serta Teori-Teori Dalam Studi Sosial Ekonomi.
                                                                                                                                    Penulis,
                                                                                                Kelompok 3





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A.  Latar Belakang............................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
A.  PENGERTIAN EKONOMI......................................................................... 2
B.  PENGERTIAN EKONOMI MENURUT PARA AHLI............................ 2
C.  KEGIATAN EKONOMI.............................................................................. 3
D.  KONSEP-KONSEP POKOK ILMU EKONOMI....................................... 5
E.  TEORI EKONOMI........................................................................................ 6
BAB III
PENUTUP................................................................................................................ 9
A.  KESIMPULAN.............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 10







BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Ekonomi adalah pengetahuan sosial, berkaitan dengan perilaku manusia
dan sistem sosial, dimana manusia mengorganisasikan aktivitas-aktivitasnya
dalam rangka pemuasan kebutuhan dasar (makan atau pangan, pakaian atau
sandang, dan tempat tinggal atau papan), serta pemenuhan kebutuhan nonmateri
(pendidikan, rekreasi, keindahan, spiritual dan sebagainya).
Berbagai macam aktivitas dan perilaku manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya itulah yang disebut dengan kegiatan ekonomi. Perilaku dan aktivitas manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidup tersebut tidaklah
sama, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, dan lokasi. Karakter kegiatan
ekonomi manusia yang ada di permukaan bumi hanya bersifat kecenderungan,
jadi tidak bersifat permanen. Inilah yang menjadi dasar dalam pengkajian ilmu
ekonomi.
Ekonomi secara umum merupakan studi dan latihan memilih (the study
and exercise of choice). Didalamnya meliputi tingkah laku manusia dalam
memilih barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berbagai macam kebutuhan manusia diwujudkan dalam bentuk benda
materi (pangan, sandang, papan, dan sebagainya) serta jasa-jasa (perawatan
kesehatan, pendidikan, keamanan, rekreasi, dan sebagainya) yang jumlahnya
terbatas. Keterbatasan inilah yang menyebabkan manusia harus memilih secara
cerdas dan terampil.
Pada dasarnya semua kegiatan ekonomi mengandung prinsip efisiensi
atau ekonomis, artinya bagaimana memperoleh satu (unit) barang atau jasa
yang akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dengan
menggunakan atau mengeluarkan biaya paling rendah.



BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN EKONOMI
Ekonomi berasal dari kata “oikos” dan “nomos”. Oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti mengurus atau mengatur. Sedangkan, ilmu ekonomi adalah ilmu social yang mempelajari bagaimana cara manusia berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan secara optimal dalam usaha mencapai kemakmuran. Ekonomi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dimaksudkan sebagai kemampuan manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan sebaik-baiknya melalui alat pemuas kebutuhan yang ada. Dengan kata lain seorang yang makmur adalah seorang yang relatif seluruh kebutuhannya telah terpenuhi (kebutuhan = alat pemuas kebutuhan).
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa. Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.

B.      PENGERTIAN EKONOMI MENURUT PARA AHLI
1.       Adam Smith
Ilmu ekonomi secara sistemtis  mempelajari tingkah laku manusia dalam usahanya untuk mengalokasikan sumber-sumber daya yang terbatas guna mencapai tujuan tertentu. Contohnya : dalam kehidupan sehari hari manusia membutuhkan listrik untuk kehidupan, namun SDA untuk membangkitkan listrik merupakan SDA yang terbatas, sehingga dalam mengalokasiakn SDA ini agar tidak terbuang sia sia diberlakukan perilaku hemat listrik oleh masyarakata, dengan menggunakan listrik seperlunya saja.
2.       Alfred Marshal
Ilmu ekonomi adalah ilmu atau studi yang mempelajari kehidupan manusia sehari-hari. Lebih kepada usaha usaha individu dalam ikatan pekerjaan dalam kehidupannya sehari hari.  Contohnya : membahas kehidupan manusia yang berhubungan dengan bagaimana ia memperoleh pendapatan dan bagaimana pula ia mempergunakan pendapat itu.
3.       Paul A Samuelson
Ilmu ekonomi adalah ilmu pilihan, ilmu ini mempelajari bagaimana orang memilih menggunakan sumber produksi yang langka atau terbatas untuk memproduksi berbagai komoditi dan menyalurkannya ke berbagai anggota masyarakat untuk segera dikonsumsi. Contohnya : Pertamina memilih untuk menggunakan Minyak Bumi yang merupakan SDA langka untuk bahan dasar dari pembuatan berbagai macam komoditi (solar, pertamax, bensin, avtur) untuk digunakan masyarakat.
4.       M. Manulang
Ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa) Contoh : Suatu individu itu dapat memenuhi segala kebutuhannya karena usaha kerja kerasnya dalam bekerja.
5.       Lipsey
Ilmu ekonomi adalah suatu studi tentang pemanfaatan sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuha manusia yang tidak terbatas. Contoh : Minyak alam merupakan SDA yang terbatas tapi dijadikan bahan baku untuk pembuatan komoditi (solar, bensin, avtur) yang merupakan alat pemuas kebutuhan yang tidak terbatas, sehingga dibutuhkan studi khusus untuk mengolah SDA yang terbatas agar mencukupi.
                                                                            
C.      KEGIATAN EKONOMI
Kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dapat dikelompokan menjadi kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Antara ketiga kegiatan itu saling berkaitan satu sama lain.
1.       Kegiatan Konsumsi
Kegiatan ini menyangkut tindakan manusia dalam masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam menggunakan, memakai, menghabiskan barang dan jasa. Barang dan jasa ini dihasilkan oleh para produsen / penghasil dengan cara menukarkannya dengan uang mereka. Konsumsi banyak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan seseorang, kebiasaan, dan budaya mereka, sehingga diperlukan perhitungan yang lebih bijaksana.
Konsumsi yang lebih bijaksana artinya adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran / konsumsi seseorang, baik secara rutin maupun harian, mingguan, bulanan serta tahunan. Jangan sampai besar pasak dari pada tiang. Lebih besar pengeluaran dari pada pendapatan. Konsumsi ini dilakukan oleh individu/perorangan maupun kelompok, masyarakat dan negara, dalam penggunaan barang barang dan jasa.
Contohnya, kapan kita membutuhkan makanan dan minman, kebutuhan alat-alat, pakaian dan perumahan. Konsumsi untuk keluarga, misalnya menyangkut kebutuhan secara keseluruhan, biasanya diatur oleh ayah dan ibu. Ayah pekerja mencari pendapatan dan ibu yang mengatur tentang penggunaan uang dalam keluarga secara tepat menyangkut kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan serta hiburan.
2.       Kegiatan Produksi.       
Kegiatan ekonomi yang menyangkut produksi ialah kegiatan yang berkenaan dengan usaha meningkatnya nilai guna suatu barang dan jasa. Langkah pertama kegiatan produksi itu adalah menghimpun faktor produksi seperti, sumber alam, sember tenaga kerja manusia, modal, dan skill yang berasal dari masyarakat atau konsumen melalui distribusi. Setelah terhimpun, faktor produksi itu diolah menjadi hasil produksi yang berupa barang dan jasa.
3.       Kegiatan Distribusi
Kegiatan distribusi ini dalam ilmu ekonomi menyangkut kegiatan yang membantu melancarkan produksi dan konsumsi. Artinya mempercepat arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen, maupun dari konsumen ke produsen.
Pengaturan penyebaran barang dan jasa tergantung pada banyaknya barang yang ditawarkan (supplai). Dan permintaan barang dan jasa dari masyarakat / konsumen (demand). Hal ini terjadi terutama dinegara maju yang mengunakan pasar bebas (liberal). Di Indonesia, distribusi barang dan jasa banyak ditentukan oleh pemerintah dan masyarakat.
Pembahasan distribusi dalam masyarakat erat kaitannya dengan persoalan pasar, sebab pasar merupakan kegiatan dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Agen, pedagang besar, pedagang kecil, penjual pikulan, dan pedagang kali lima, kesemuanya itu orang atau lembaga yang terlibat dalam kegiatan distribusi barang dan jasa. Dewasa ini peranan distribusi sangat besar artinya bagi pengembangan perekonomian suatu bangsa.
                                                                                 
D.        KONSEP-KONSEP POKOK ILMU EKONOMI
Sementara dapat dikatakan konsep-konsep pokok ilmu ekonomi itu terdiri atas:
1.       Konsep scarcity (kelangkaan), yaitu merupakan dasar yang sentral dari ilmu ekonomi. Masyarakat dihadapkan pada kebutuhan yang tak terbatas sedangkan alat pemuas keadaannya terbatas. Masalah ini dihadapi oleh masyarakat yang menganut sistem ekonomi manapun.
Scarcity secara harfiah diterjemahkan menjadi kelangkaan. Kelangkaan ini menggambarkan hubungan antara kebutuhan manusia dengan sumber daya yang dimiliki.
Prinsip kelangkaan menyebutkan bahwa kebutuhan manusia itu tak terbatas sedangkan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan ini terbatas. Dari prinsip kelangkaan ini muncullah ilmu ekonomi yang mempelajari tata cara manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang tak terbatas yang dihadapkan pada sumber daya yang terbatas, baik dengan uang maupun tidak.
Prinsip kelangkaan juga bisa menggambarkan nilai dari suatu barang/jasa. Semakin langka suatu barang/jasa maka semakin tinggi nilai barang/jasa itu. Biasanya disebut dengan hukum kelangkaan. Hukum kelangkaan juga bisa digunakan untuk menggambarkan harga keseimbangan konsumen dan kurva penawaran.
Singkatnya, Konsep scarcity dalam ilmu ekonomi diungkapkan setelah disadari adanya kenyataan bahwa “tidak akan pernah ada sumber daya yang cukup untuk semuanya”, itulah sebabnya sumber-sumber daya yg dimiliki harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Dengan adanya kelangkaan, di ikuti juga dengan adanya skala prioritas dan pilihan.
2.       Konsep spesialisasi, yaitu konsep produksi yang baru yang dihasilkan dari kelangkaan sumber produksi, dikembangkan metode-metode produksi yang baru yang mampu menghasilkan jumlah yang banyak dengan sedikit waktu dan atau sedikit bahan.
Contohnya, perkebunan di daerah puncak. Dari segi geografinya, lahan pada daerah puncak sangat cocok untuk sistem perkebunan karena udaranya yang sejuk sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman perkebunan dengan baik. dari segi ekonominya, tanaman perkebunan dapat menghasilkan keuntungan yang luar biasa.
Contohnya, tanaman teh, kopi, rempah-rempah dan lainnya.
3.       Konsep system moneter dan transformasi, yaitu konsep yang tumbuh dari adanya spesialisasi yang mengakibatkan terjadinya saling ketergantungan. Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu negara.
4.       Konsep kesejahteraan masyarakat, yaitu konsep keputusan pasar yang dipengaruhi kebijaksanaan atau politik pemerintah guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
5.       Konsep pasar, dalam ilmu ekonomi mainstream, konsep pasar adalah setiap struktur yang memungkinkan pembeli dan penjual untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran barang atau jasa untuk uang adalah transaksi. dan dalam konsep pasar, terdapat pasar input dan pasar output.

E.      TEORI EKONOMI
Teori berasal dari kata latin theoria, yang artinya perenungan. Secara singkat, teori ekonomi artinya hasil dari perenungan mengenai pemenuhan kebutuhan rumah tangga (hidup). Sejak manusia dilahirkan, manusia tidak bisa dilepaskan dari teori ekonomi tertentu sekalipun tanpa disadari. Misalnya, jika seseorang berprofesi sebagai pedagang, maka dia bisa dikatakan menggunakan teori merkantilisme (perdagangan). Sepanjangan sejarah manusia, dikenal berbagai macam teori ekonomi yang tumbuh dari kondisi-kondisi sosial pada masyarakat di zaman tersebut. Semakin maju suatu masyarakat, teori-teori ekonomi semakin berkembang sejalan dengan perkembangan praktek ekonomi itu sendiri.
Berikut teori ekonomi mainstream yang dikenal hingga saat ini adalah sebagai berikut:
1.             Teori Nilai (Value Theory)
Menurut Adam Smith, barang memiliki dua jenis nilai, yakni nilai guna (value in use) dan nilai tukar (value in exchange). Harga barang ditentukan dari jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu barang. Jumlah tenaga kerja yang dimaksud tidak hanya diukur dari berapa lama waktu yang digunakan untuk bekerja. Tetapi juga diukur dari keterampilan tenaga kerja. Jika Budi menerima upah Rp10.000/hari, sementara Anton menerima upah Rp5.000/hari, artinya Anton memiliki keterampilan (skill) yang lebih tinggi.
Perbedaan tenaga kerja yang dicurahkan untuk menghasilkan barang menciptakan perbedaan harga. Misalnya, waktu yang diperlukan untuk menangkap satu ekor rusa selama 1 jam, sedangkan waktu yang diperlukan untuk menangkap satu ekor berang-berang selama 30 menit, maka harga rusa lebih mahal daripada berang-berang.
Barang yang memiliki nilai guna tinggi belum tentu bisa dipertukarkan, contohnya air laut. Sementara barang yang tidak memiliki nilai guna bisa jadi memiliki nilai tukar yang tinggi, contohnya intan. Nilai tukar dapat diartikan sebagai kemampuan suatu barang untuk memperoleh barang lain, yang berarti nilai tukar sama dengan harga barang itu sendiri.
2.             Teori Pembagian Kerja
Produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan pembagian kerja (division of labour). Pembagian kerja mendorong tenaga kerja untuk mengerjakan bagian terbaik sesuai dengan keahliannya masing-masing.
Dengan adanya spesialisasi, seseorang tidak perlu menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan secara sendiri-sendiri, tetapi hanya menghasilkan satu jenis barang saja yang melimpah (berlebih). Surplus barang dapat diperdagangkan di pasar, sehingga barang-barang yang bisa dipertukarkan semakin berlimpah.

3.             Teori Akumulasi Kapital
Cara terbaik untuk meningkatkan kekayaan adalah dengan cara berinvestasi, yaitu membeli mesin-mesin dan peralatan. Dengan mesin-mesin dan peralatan yang lebih canggih maka produktivitas akan meningkat. Jika produktivitas meningkat, maka keuntungan perusahaan juga akan meningkat. Kemudian, perusahaan dapat memperluas usahanya, menyerap tenaga kerja baru dan membayar pajak kepada pemerintah.




BAB III
P E N U T U P
A.           KESIMPULAN
Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa.
Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamkan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang.
Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.



DAFTAR PUSTAKA
Setiawan Deny, Perkembangan Materi Ips, Anugrah Press: Medan, 2016






CRITICAL BOOK REPORT KEBUDAYAAN: SEBUAH AGENDA (Dalam Bingkai Pulau Timor dan Sekitarnya)



CRITICAL BOOK REPORT
KEBUDAYAAN: SEBUAH AGENDA
(Dalam Bingkai Pulau Timor dan   Sekitarnya)




DI SUSUN OLEH :
SASYA SARENS
RATIH ANDRIANI

 KELAS : B REGULER
DOSEN PENGAMPU : IKA PURNAMA SARI S.Pd. M.Si
MATA KULIAH : ANTROPOLOGI (SEMESTER I)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017








KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga Critical Book Report kami ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
    Dan harapan kami semoga Tugas Critical Boo
k Report ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam laporan kami ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


Penyusun,
Ratih Andriani
Sasya Sarens






DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
IDENTITAS BUKU....................................................................................... 1
PENGANTAR
(Sebuah Panduan Menuju Inti Buku) Gregor Neonbasu SVD, Ph. D...... 2
PANDANGAN ORANG TIMOR TERHADAP ALAM SEKITAR
Piet Manehat SVD, M.A................................................................................ 8
UMA KAKALUK DAN UMA LULIK
(Museum Tradisional Rakyat Timor Leste) Dr. Eman Ulu, M.Ed............ 13
PUSAKA KERAMAT NENEK MOYANG
Gabriel Atok, SVD, M.Sc.............................................................................. 15    
Ringkasan Buku Orang Sakai di Riau......................................................... 18
Kritikan Buku................................................................................................. 24






IDENTITAS BUKU
·         BUKU UTAMA

Judul Buku                  : KEBUDAYAAN: SEBUAH AGENDA
(Dalam Bingkai Pulau Timor dan   Sekitarnya)
Nama Penulis              : Gregor Neonbasu SVD, PhD
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit                : 2013
Tebal                           : 364 halaman

·         BUKU PEMBANDING

Judul Buku                  : Orang Sakai di Riau
Nama Penulis              :  Parsudi Suparlan
Penerbit                       : Yayasan Obor Indonesia, 1995
Tahun Terbit                : 1995
Tebal                           :  533 halaman




PENGANTAR
(Sebuah Panduan Menuju Inti Buku)
                                          Gregor Neonbasu SVD, Ph. D.        
Cikal bakal terbitnya Kebudayaan: Sebuah Agenda memang telah lama membekas, yakni sekitar dua dekade yang lalu, mungkin persisnya sekitar tahun 1980-an. Dalam perspektif sejarah, ini sebuah jangka waktu yang belum terlalu lama karena masih segar dalam ingatan. Walau demikian, ada seribu satu kisah yang boleh dibilang sangat panjang, berliku, penuh tantangan yang sering membikin pipi jadi basah kuyup karena linangan air mata yang segera muncul tanpa diundang sekalipun.
Agenda terbitan yang sedang dirancang ini membutuhkan strategi refleksi mengenai Timor dan sekitarnya, dalam perspektif disiplin yang multidimensi untuk menemukan kekayaan yang terpendam dalam kandungan daerah tersebut dan pulau-pulau sekitar.
Misi Sebuah Serial Kebudayaan
Kekuatan yang ada pada kami untuk memulai serial ini adalah semata kecintaan akan butir-butir budaya yang semakin hari terasa semakin punah. Fenomena yang sering memporakporanda apresiasi manusia terhadap realitas sosial ini tersebab oleh respek masyarakat yang kelewat diikat pada modernisme yang seakan merampok seluruh perhatian masyarakat untuk : (1) di satu pihak tidak saja memuja-muja produk modern, melainkan juga pada pihak lain (2) memandang rendah dan menilai butir budaya dan warisan kultur para leluhur sebagai sesuatu yang out of date (ketinggalan zaman).
Segala yang telah lewat, terlebih warisan para leluhur, sering dinilai tidak mempunyai arti apa-apa. Paradigma kehidupan masyarakat sedang bergeser: dari yang tradisional menuju yang lebih modern. Perhatian manusia berpindah total untuk hanya perduli dengan yang pragmatik. Karena itu, masa silam dilewatkan begitu saja, kendati dalam konteks Timor, paradigma dan perwajahan modernismus itu masih dicampuri berbagai unsur tradisi leluhur yang tidak mudah dilepaskan olehmasyarakat.
Timor Dalam Sejarah Awal
Fokus yang menjadi titik tuju adalah seringkas catatan mengenai Timor pada awal mula dengan berpedoman pada sumber-sumber lisan dan beberapa naskah tulisan.
Tradisi Lisan dan Mitos
Kata kunci terdapat pada refleksi figure atau character tertentu yang terselip dalam kisah tradisi lisan mengenai Timor dengan berpedoman pada mitos-mitos yang dimiliki masyarakat pada daerah atau kawasan tertentu, walau hanya sekadarnya saja. Maksud dari pemaparan tradisi lisan seperti ini adalah untuk melihat peta dan kondisi Timor di masa silam berkaitan dengan relasi manusia dengan ekologi, kejadian, dan kebutuhan manusia sehari-hari.
BAB 1
MENJADI MANUSIA BERBUDAYA
Tempus mutantur, et nos mutamur in illid, waktu berubah dan kita (ikut) berubah juga di dalamnya. Pepatah Latin ini masih aktual hingga kini, di mana kita disadarkan akan hubungan yang sangat erat antara waktu dan kreativitas manusia.
Media ini akan secara berkala memberi perspektif baru akan warisan budaya, dengan dua cara pandang (1) seberapa jauh ciri corak warisan budaya manusia yang masih harus dipelihara, dan (2) seberapa dalam terjadi integrasi sosial di antara manusia dalam keseluruhan jejaring sosial dari sebuah kehidupan bersama untuk membentuk budaya baru dengan memberi nuansa baru pula bagi semua orang dari latar budaya yang berbeda.
Secara manajerial teks-teks budaya berupa tradisi-tradisi lisan, yang masih tersimpan di hati masyarakat, akan menjadi sasaran refleksi media ini.
BAB 2
HARI-HARI PERTAMA DI PULAU TIMOR
Dr. David Hicks
Tetum adalah suku yang tinggal di pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste. Dia berada di tengah komunitas yang terbelakang tetapi memiliki dan menampilkan aneka ragam seni budaya, komunitasnya antara lain: keyakinan, keagamaan, praktik kekerabatan, sastra, ekologi, bahkan arsitektur rumah dengan warna yang khas.David Hicks adalah seorang sarjana antropologi yang lahir di New Port, Gwent, Inggris, pada tanggal 26 Juli 1936. Beliau pernah berdiam dan bekerja selama 15 bulan dengan bermukim di Kampung Mamulak dan Manehat, yang bersama-sama membentuk paruhan aristokratis dari kerajaan yang dikenal dengan nama Caraubato.
Di situlah, David bersama dengan istrinya meneliti tentang keyakinan yang menjadi dasar ideologi agama Tetum, mengurai ritus yang mengawali daur kehidupan Orang Tetum, hubungan antara upacara dan ekologi, dan sejumlah upacara khas lainnya.
Hasilnya, ia menulis sebuah buku yang berjudul Roh Orang Tetum dan Kekerabatannya, yang diterbitkan akhir bulan Desember 1985 oleh Penerbit Sinar Harapan terjemahan dari buku aslinya Tetum Ghost and Kin (Mayfield Publishing Company, 1976).
Hari-Hari Pertama di Pulau Timor
Timor memikat minat saya, karena menurut laporan para misionaris terdapat hubungan yang erat antara kekerabatan dan agama di tengah masyarakat-masyarakat yang ada di pulau itu.
Yang menjadi pikiran utama waktu itu adalah dua masalah yang selalu harus dipecahkan oleh setiap pekerja lapangan, bahasa dan tempat tinggal. Kesulitan menyangkut tempat tinggal ialah bahwa tak seorang pun mengundang saya. Saya akan bekerja di tengah komunitas, sebagai orang yang sama sekali asing. Bahkan nama dan tempat komunitas “saya” itu belum saya ketahui.
Dalam perjalanan itulah kami bersantai, dan tiba di pelabuhan udara Baucau pada hari Rabu tanggal 9 Maret 1966. Kami belum mengetahui waktu itu, tetapi ternyata kami mesti menghabiskan waktu tiga bulan dahulu, sebelum akhirnya dapat tinggal di Viqueque.
Perjalanan itu seharusnya hanya memakan waktu lima setengah jam, tetapi karena kendaraan dua kali rusak, kempes sebuah ban, dan sopir mendapat kesulitan menyeberangi sungai Manatuto (rintangan terbesar antara kedua pemukiman itu), kami habiskan waktu delapan jam. Kami tiba pukul 17.30.
Di Dili kami mengetahui bahwa satu-satunya rumah yang dapat kami pergunakan di kampung Viqueque adalah sebuah toko China yang sudah tutup, milik satu perusahaan dagang yang berpusat di Dili.Dalam perjalanan ke Viqueque, arsitek itu melewati Baucau pada tanggal 2 April dan menginap di penginapan tersebut. Ketika ia bertanya, apakah kami ingin melihat calon tempat tinggal kami, dan kami menyambut baik. Tetapi ketika saya melihat toko itu, yang jaraknya 67 km, di Viqueque, ternyata benar-benar rumah itu membutuhkan perbaikan, sehingga selama dua jam perjalanan pulang itu saya merasa sengsara.
Obat-obatan, makanan bayi, pita film, pakaian, dan barang-barang lain tidak mungkin didapat di Viqueque. Pengelola penginapan dan teman-teman lain dari Baucau dapat membantu kami memperoleh barang-barang yang lebih sukar dari Australia.
Kami datang di rumah kami di Viqueque, pada hari Kamis tanggal 2 Juni, sebelum kerja pembetulan selesai. Begitu menetap, saya mengetahui beberapa hal, misalnya: Kampung Viqueque adalah pusat geografis untuk kerajaan lain; hampir sebagian besar penghuni pos berbicara bahasa Tetum. Sekretariat daerah memberikan kepada saya peta pos dan daftar ke lima puluh kampungnya (yang dikelompokkan dalam sepuluh kerajaan).
Saya menghendaki kampung Tetum yang mayoritasnya memeluk keyakinan tradional mereka. Katanya jumlah kampung seperti itu sedikit, tetapi satu dua ada di kerajaan Tetum yang paling jauh, Bibileu. Kampung itu delapan jam perjalanan naik kuda mendaki perbukitan yang juga dihuni oleh orang Makassai dan Cairui.
Bibileu. Pada tanggal 12 Agustus ia mengatakan kepada saya, sekarang punya satu rumah di kampung yang namanya Hare Oan. Bibileu adalah kerajaan terbesar keempat di Pos Dalam Negeri, jadi teman-teman saya menginap di sana pada tanggal 12 Agustus.
Ketika kuda-kuda sudah kami naiki untuk membawa tim itu ke kerajaan berikut, yaitu kerajaan Uai Mori, saya mengetahui bahwa orang Tetum di Bibileu sudah lebih jauh Kristen daripada yang dikatakan orang kepada saya. Karena itu, saya putuskan untuk menemukan sendiri bagaimana hubungan sesungguhnya antara agama dan bahasa di seluruh Pos Dalam Negeri.
Ketika pulang sesudah mengadakan perjalanan singkat terakhir, saya putuskan bahwa sebelum pergi ke Hare Oan, akan saya habiskan waktu beberapa hari untuk menyaring data-data yang sudah saya kum pulkan untuk meyakinkan diri saya bahwa kampung yang jauh letaknya itu benar-benar sangat cocok dengan kebutuhan saya.
Saya pun merasa senang, tetapi kini ada masalah rumah untuk saya di Bibileu. Saya harus minta kepada administrator agar memberitahukan kepada kepala Pos Bibileu bahwa rencana saya mengalami perubahan.
Para pekerja lapangan yang terlatih dalam penelitian biasanya berharap dapat tinggal di jantung komunitas pribumi, seraya mempelajari bahasanya dan secara akrab terlibat penuh dalam adat kebiasaan komunitas tersebut. Saya sendiri tak pernah memikirkan yang lain dari itu. Selama beberapa minggu, saya menganggap perjalanan harian saya dari kampung Viqueque itu sekadar sebagai cara untuk mengisi masa interim, sementara rumah saya yang baru sedang dibangun. Namun perkembangan peristiwa justru lebih baik lagi.
Ada dua keuntungan kalau kami tinggal di luar komunitas itu. Pertama, kami lebih dapat menjaga kesehatan kami dan kesehatan bayi kami. Aturan kesehatan sehari-hariyang kami paksakan kepada para pembantu lelaki dan perempuan kami di Viqueque rasanya tidak cocok untuk sebuah dukuh. Kedua, orang kampung tidak suka melihat atau mendengar kata-kata yang mereka ucapkan dicatat. Karena itu, kami harus menyimpan saja informasi apa pun yang kami dapat dalam ingatan kami, sampai akhir hari itu.
Bekerja
Pada bulan September dan Oktober, saya meninggalkan rumah dan mengembara menelusuri jalan-jalan setapak yang menghubungkan berbagai dukuh dengan maksud menemukan orang yang mau bercakap-cakap dengan orang asing yang penguasaan bahasa Tetumnya lebih buruk daripada seorang anak umur empat tahun. Karena sulit mengerti maksud saya, hanya sedikit orang yang cukup sabar dan mau berbicara dengan saya. Karena itu, berjam-jam saya habiskan untuk mengembara sendirian, menelusuri jalan-jalan setapak dan memasukkan ciri-ciri lingkungan yang menonjol ke dalam peta yang sedang saya buat.
Di antara keturunan yang terpelajar dari para raja,terutama anak-anak salah seorang raja, saya melihat sikap merendahkan kebudayaan sendiri. Mereka minta kami mengabaikan saja, kalau mereka kami tanya tentang agama tradisional atau lembaga-lembaga kekerabatan mereka.
Kemudian kami ketahui bahwa Paulo telah berhasil menaikkan kedudukan sosialnya dengan kunjungan kami itu. Juga kunjungan itu merupakan pertukaran keuntungan yang adil.
Paulo juga menyimpang dari jalannya untuk menyambut tamu-tamu dari Eropa. Dengan kehadiran mereka, ia dapat memamerkan kecanggihannya di hadapan kawan-kawan yang begitu terkesan. Sekalipun Paulo meremehkan para pemeluk kepercayaan tradisional, tetapi ia berusaha memperkuat kedudukannya dalam komunitas dengan menyediakan waktu melimpah dan memberikan secara royal kepada orang-orang kampung yang lain.
Karena saya semula berhubungan dengan para pejabat dan para raja, dan tinggal pula di kampung pemerintahan itu sendiri, sukar bagi saya menghapuskan kesan hubungan dengan birokrasi tersebut. Tetapi pada waktunya, dengan menekan sampai sekecil-kecilnya hubungan dengan para pejabat itu saya pun dapat menghapusnya.
Kaum misionaris yang kami kenal di Timor telah mengorbankan waktu bertahun-tahun dalam hidupnya untuk orang Timor dan membaktikan diri demi kesejahteraan mereka. Tetapi mereka yakin bahwa agama-agama orang pribumi itu salah dan adat kebiasaan tertentu orang Timor tidak bermoral.
Bekerja di tengah-tengah orang seperti itu, seorang ahli antropologi bisa mengalami kesulitan dalam memperoleh jawaban yang tulus atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya, dan bisa membangkitkan perhatian yang tak diinginkan dari orang-orang sok di situ, yang merasa dirinya sebagai pelopor orde yang baru dan maju.
Apabila saya mulai berbicara dengan seseorang tentang suatu kebiasaan yang oleh para misionaris dinyatakan sebagai kebiasaan yang memalukan, ia akan mengalihkan percakapan kepada pokok pembicaraan yang tidak begitu peka.
Orang-orang yang memedulikan warisan nenek moyangnya tahu bahwa angkatan mendatang akan mengabaikan cerita-cerita kuno itu, dan mereka ingin agar cerita-cerita itu diabaikan saja. Orang boleh mencoba untuk tidak menghubungkan diri dengan sesuatu kelompok pun, tetapi dengan berbuat  demikian ia akan menanggung risiko menjadi asing dengan semua lapisan yang ada.
Tetapi pada waktunya, dengan menekan sampai sekecil-kecilnya hubungan dengan para pejabat itu, saya pun dapat menghapusnya.
Kewaspadaan mereka meningkat, ketika mereka melihat saya bekerjasama dengan tim sensus di rumah raja mereka. Dimata mereka, hubungan ini menjadikan saya seorang birokrat, dan ini merupakan identifikasi yang tidak menyenangkan pada bulan-bulan pertama saya melakukan kerja lapangan, ketika tak seorang pun di Mamulak mengetahui dengan jelas apa yang hendak saya lakukan.

PANDANGAN ORANG TIMOR TERHADAP ALAM SEKITAR
Piet Manehat SVD, M.A.
Pendahuluan
Kebudayaan adalah cara berpikir, cara hidup, cara bertindak, dan cara berkarya seseorang. Dari analisis mendasar tentang kebudayaan, jelas sekali bahwa manusia pada prinsipnya hidup dalam perpaduan dunia kemarin, dunia hari ini, dan dunia hari esok.
Pola dan Pandangan Hidup
Seturut ceritera turun-temurun, selain orang Timor secara keseluruhan, dikenal juga cara dan pola hidup manusia Atoni Pah Meto. Orang mengenal mereka sebagai peramu, yang berarti suka berpindah-pindah tempat akibat peperangan atau bahaya penyakit, atau tersebar oleh keagamaan asli dan alam sekitar yang tidak bersahabat dengan umat manusia. Keadaan yang tidak bersahabat disebut: afu i nata’an (Uab Meto) atau rai nee makaas/manas (Tetun), yang secara harfiah berarti tanah tempat tinggal ini panas.
Dalam pola atau cara hidup orang Timor, mereka memandang dirinya sebagai citra yang berada dengan orang lain, atau insan yang hidup bersama dengan wujud lain di dunia. Selain pola atau cara hidup meramu, orang-orang Timor mengenal pola atau cara hidup bertani/berladang. Setelah menemukan tempat yang cocok dan aman, warga masyarakat mulai mengusahakan di tempat tersebut, di mana lokasi yang sama justru dilihat sebagai tempat yang sangat cocok untuk berladang atau bertani.
Dengan pola dan cara hidup yang baru, orang Timor memandang dunia dan lingkungan sekitar, kebun atau ladang, sebagai satu dunia kecil (mikro) di antara dunia besar/luar (makro-kosmos).
Pengalaman hidup orang Timor yang berdasarkan cara dan pola hidup yang sama akan dapat ditemukan dalam contoh-contoh berikut, di mana manusia mengalami bahwa alam sekitar selalu mempengaruhi, memberi tanda dan arti, serta membawa rezeki baik dan/atau buruk kepada kehidupan manusia.
Pandangan Orang Timor Terhadap Alam
Akan dijumpai banyak cerita (apakah itu mitologi, atau legenda atau kisah-kisah lain) mengenai pandangan orang Timor terhadap alam sekitar. Pandangan Orang Timor terhadap alam sekitar dikumpulkan berdasarkan cerita-cerita yang tercecer mengenai hutan, waktu menanam, kebudayaan memetik hasil panen, kebiasaan bekerja di laut, hujan, api, binatang, dan lain-lain yang dianggap sebagai satu kesatuan kosmos.

Hutan
Orang Timor umumnya, dan masyarakat Atoni Pah Meto khususnya, menganggap hutan sebagai tempat bersemayam makhluk-makhluk halus. Makhluk-makhluk halus yang jahat biasa dikenal dengan nama nainna (jin), atoisa (hantu), dan diabu (setan).
Hutan masih dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu: hutan yang dianggap keramat dan hutan yang tidak keramat. Hutan model pertama dapat disamakan dengan hutan lindung di mana masyarakat sama sekali tidak boleh menjadikannya sebagai lahan pertanian atau perkebunan. Sedangkan model hutan yang kedua diizinkan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Pelanggaran terhadap hutan model pertama dapat mendatangkan balasan bagi si pelanggar.
Menanam
Sebelum menanami kebun baru (juga kebun lama), ada kebiasaan dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat, yakni mencari nasib. Maksudnya, mereka mencari tahu tentang panen yang bakal datang, entah melimpah atau gagal dan biasa-biasa saja. Pekerjaan sedemikian menjadi bagian kaum lelaki atau calon pemimpin keluarga.
Pada waktu menanam kebun, mula-mula tuan kebun menentukan pusat kebun dan membentuk lingkaran-lingkaran kecil di sekitar. Di dalam lingkaran tersebut diletakkan tiga buah batu membentuk sebuah tungku. Tungku itu menyangga sebuah batu datar yang di atasnya diletakkan bibit-bibit
Panen
Di daerah Makun (Biboki Utara - Timor Tengah Utara, NTT), ada kepercayaan sebagai berikut: jika pada saat musim di mana tanaman mulai siap dipanen (musim menuai) dan saat itu turun hujan dari arah selatan, para petani bersedih karena hasil panen mereka bakal rusak. Sedangkan kalau hujan datang dari arah timur, mereka gembira karena hasil panen mereka akan membaik. Pada saat itu perjalanan ke luar daerah (misalnya ke Atambua, Kukinu, Lurasik, Kefamenanu, dan lain-lain) boleh dilakukan.
Laut
Orang Atoni Pah Meto menyebut Laut Timor sebagai Taes Mone (Laut Jantan) karena sifatnya kasar, ganas, dan jahat. Sedangkan Laut Sawu disebut sebagai Taes Feto (Laut Betina) karena sifatnya lembut, tidak ganas, dan tidak kasar. Orang Belu menyebutnya Tasi Mane dan Tasi Feto.
Di pantai-pantai, ada beberapa pantangan yang mengandung ajaran moral, kebersihan lingkungan, dan kelestarian alam. Antara lain, bila dalam perjalanan, seseorang terantuk pada kayu atau batu, jangan sekali-sekali melontarkan sumpah serapah atau maki-makian secara spontan, karena cara seperti itu bakal mendatangkan bencana dan malapetaka. Kalau seseorang terantuk, hendaknya secara spontan mengatakan kata-kata terhormat, baik dan terpuji, misalnya: terima kasih, syukur, dan lain sebagainya.
Hujan
Bila hujan tidak pernah datang dalam setahun, orang harus melakukan upacara korban di Oe Le’u (sumber air keramat sejak nenek moyang). Mereka percaya bahwa mungkin selama persediaan air melimpah, orang lupa diri dan tidak ingat lagi akan nenek moyang. Karena itu, leluhur marah dan menyembunyikan air ke dalam sebuah batu besar. Untuk memanggil air keluar dari batu besar tersebut, orang harus mengorbankan seekor babi, menyusul membersihkan daerah sekitar batu besar yang sama.
Api
Walaupun sangat berguna untuk kehidupan umat manusia, api merupakan sesuatu yang menimbulkan bahaya, jika tidak dipakai dengan hati-hati. Karena itu, untuk menakut-nakuti anak-anak kecil agar mereka tidak bermain api, bagi mereka diciptakan sebuah model ajaran yang nilainya tersirat dalam larangan dengan alasan yang dikarang-karang. Misalnya, jika mereka bermain-main dengan bara api pada kayu yang digoyang-goyangkannya, maka perut (pusar) kambing atau sapi akan terluka.
Catatan: yang dinasihati ini umumnya bakal menjadi gembala ternak, sehingga tentunya mereka sangat mencintai hewan-hewan gembalaannya dan tidak mau hewan mereka terluka. Karena itu mereka tidak akan bermain bara api lagi.
Bulan
Menurut masyarakat Atoni Pah Meto, Timor Tengah Utara, gerhana bulan terjadi oleh karena seekor anjing raksasa menelan Dewi Bulan. Untuk menolong bulan agar pulih seperti sedia kala, mereka harus menangkap anjing, kemudian menyakitinya agar dipindahkan karena rasa sakitnya, anjing itu bisa melolongi mereka. Pada saat itu, masyarakat hendaknya membunyikan gendang, lesung, bambu, periuk, dan lain-lain. Melolong sangat perlu bagi anjing raksasa, karena hanya dengan cara itu, Dewi Bulan dapat dimuntahkan kembali dari dalam perut anjing raksasa tersebut.
Air
Air dianggap sebagai pembersih segala sesuatu yang kotor, juga sebagai sumber hidup. Dalam cerita-cerita tempo dulu bahkan berlaku sampai hari ini – nyata jelas tentang pemindahan rumah adat yang diawali dengan penyucian terlebih dahulu. Seorang ketua adat mengambil Oe Le’u (air suci dan keramat) dari sebuah sumber air yang keramat. Di daerah Makun (Biboki - TTU), orang mengambilnya di Maubena. Selama proses pengambilan itu, yaitu pada waktu ketua adat menyentuh Oe Le’u, ia akan menjadi kesurupan. Gejalanya, badannya gemetar dan bergetar seperti kena aliran listrik. Jika saat itu ada seseorang menyentuhnya, ia pun segera kejangkitan kesurupan.
Batu dan Burung
Di daerah Oepaha, kawasan Makun, ada sebuah batu besar berbentuk palungan. Dulu sesekali nenek moyang menggunakannya sebagai piring bagi makanan hewan ternak. Batu besar itu sekarang telah dikeramatkan. Bila mengambil Oe Le’u di Maubena, pulangnya harus melewati (singgah) pada batu besar itu untuk meminta izin terlebih dahulu.
Kera atau Monyet
Kera atau monyet dulunya adalah seorang manusia. Karena ia seorang yang pemalas dan suka mencuri makanan orang lain, ia diadukan ke hadapan dewan penguasa segala makhluk. Akhirnya ia diadili dengan sangat kejam. Dewa memasang sebuah irus di pantatnya yang kemudian berubah menjadi ekor. Karena itu, ada kepercayaan pada masyarakat Timor bahwa kalau seorang anak malas melakukan suatu pekerjaan, ia tidak boleh dipukul dengan irus, sebab ia akan bertingkah laku seperti monyet, atau bahkan ia dapat berubah rupa menjadi seekor monyet.
Pohon
Cendana adalah kayu yang dianggap keramat atau suci. Orang tidak boleh seenaknya menebang kayu-kayu jenis tersebut, karena hal itu dapat mendatangkan malapetaka bagi mereka yang menebangnya. Ranting-rantingnya dilarang untuk dipakai sebagai kayu bakar karena makanan yang dimasak akan menjadi harum semerbak seperti kayu cendana.
Penutup
Tulisan ini baru merupakan sebagian kecil rekaman tentang pandangan orang Timor terhadap alam sekitar. Pasti masih terlalu jauh dari apa yang diharapkan. Kendati amat minim, inilah sumbangan kami. Untuk seterusnya sangat diharapkan ketekunan dari setiap orang untuk mengumpulkan kisah, cerita-cerita, dan berbagai gambaran mengenai kehidupan orang Timor pada masa silam.

UMA KAKALUK DAN UMA LULIK
(Museum Tradisional Rakyat Timor Leste)
Dr. Eman Ulu, M.Ed.
Pendahuluan
Secara umum, sebetulnya masyarakat Timor Leste belum mengenal apa arti sebuah museum. Namun secara tradisional, dalam pengertian yang tidak umum, museum sebetulnya sudah dikenal dan sudah ada sejak dahulu kala. Yang dimaksudkan dengan museum dalam konteks ini adalah Uma Kakaluk dan Uma Lulik (Bahasa Tetun). Uma Kakaluk dapat diterjemahkansebagai “Rumah Pertemuan”. Sedangkan Uma Lulik adalah “Rumah Keramat” atau “Rumah Suci”.
Aturan dan Larangan
Baik Uma Kakaluk maupun Uma Lulik memiliki serangkaian peraturan dan larangan yang patut ditaati. Semua peraturan dan larangan yang diberlakukan pada kedua Uma (Rumah) tersebut disebut sebagai Uma Fukun (Hukum Rumah). Hukum Rumah inilah yang mengatur manusia dan alam lingkungannya dengan perantaraan Lia Na’in (ahli bicara) yang sifatnya religius, dan secara legislatif dilaksanakan oleh Dato (Pemimpin Kampung) dan secara eksekutif dijalankan oleh Liu Rai (Raja).
Hahan Uma
Dato-dato memiliki kekuasaan penuh terhadap kelengkapan dan keamanan Uma Kakaluk dan Uma Lulik. Selain dato-dato, keluarga-keluarganya yang keturunan garis patrilineal juga mempunyai hak dan kekuasaan terhadap Uma Kakaluk dan Uma Lulik.
Benda-Benda Budaya
Benda-benda budaya di daerah Timor Leste dapat dibagi sebagai berikut:
1. Benda budaya yang memiliki nilai historis karya kaum pribumi.
2. Benda-benda budaya yang memiliki nilai historis asal luar daerah Timor Leste.
3. Benda-benda budaya historis yang memilik kekuatan magis.
4. Benda-benda alamiah yang memiliki fungsi dan peranan dalam masyarakat tetapi sudah jarang digunakan.
Benda Budaya Asli
Benda-benda budaya yang memiliki nilai historis karya asli orang Timor Leste memang sangat banyak. Di bawah ini akan diketengahkan sebagian dari benda-benda tersebut sesuai pembagian berikut ini:
1. Benda-benda pehiasan untuk kaum pria dan wanita:
a. Kaibauk (bulan sabit)
b. Belak (matahari)
c. Loku (gelang untuk lengan)
d. Butilima (gelang untuk pergelangan tangan) dan lain-lain.
2. Benda-benda perlengkapan rumah tangga:
a. Au kenuk (semacam gelas terbuat dari tanah liat)
b. Knuru (sendok dari tempurung kelapa atau kayu)
c. Biti keli/biti larok (tikar khusus untuk upacara)
d. Dadarak (semacam piring yang terbuat dari anyaman)
e. Lafatik (tempat nasi yang terbuat dari anyaman yang berhias) dan lain-lain.
3. Alat-alat berburu tradisional:
a. Diman (tombak)
b. Rama (panah)
c. Hahuk (sumpit)
d. Hamaen diman (tombak ditaburi rahmat)
Fungsi dan Kegunaan
Benda-benda tersebut di atas memiliki fungsi dan kegunaan yang besar dalam kehidupan. Dan semua benda tersebut akan disimpan di dalam Uma Kakaluk, apabila benda-benda itu adalah milik seorang bangsawan/raja yang telah berjasa terhadap rakyatnya. Juga apabila terjadi perang antar suku dan kemenangan berada di satu pihak, maka benda-benda yang digunakan dalam perang tersebut akan disimpan di dalam Uma Kakaluk yang didahului dengan suatu upacara Hatur Diman (meletakkan tombak) yang kemudian disusul dengan acara makan bersama.
Penutup
Uma Kakaluk dan Uma Lulik sebagai pusat kegiatan sosial budaya  masyarakat Timor Leste perlu dipelihara, karena merupakan warisan budaya asli yang mempunyai nilai sejarah. Kecuali itu, benda-benda tersebut masih mempunyai peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu, pada tempatnya kalau benda-benda tersebut tetap dapat dipertahankan untuk disimpan di kedua rumah adat ini.

PUSAKA KERAMAT NENEK MOYANG
Gabriel Atok, SVD, M.Sc.
Pendahuluan
Menyinggung tentang pusaka, terbayang dalam pikiran harta peninggalan nenek moyang, termasuk orangtua, yang diwariskan kepada anak-anak dan cucu-cucu dalam keluarga, atau juga warisan yang ditinggalkan untuk seluruh keluarga, dan, atau anggota suku.
Kalau kita menjelajah seluruh daerah Timor, akan ditemukan peninggalan-peninggalan dan warisan nenek moyang yang tersimpan di rumah-rumah adat/rumah pemali. Barang-barang pusaka itu sebagiannya dihormati oleh seluruh anggota suku, sehingga menjadi pusaka keramat dan bahkan dianggap memiliki kekuatan magis yang dapat mendatangkan berkat, kesejahteraan dan kemakmuran bagi semua anggota suku dalam masyarakat. Selain berkat, barang-barang itu juga dapat
Jenis-Jenis Barang Pusaka Keramat dan Tempat Penyimpanannya
Dari hasil penelitian dan wawancara yang diadakan diberbagai tempat di kawasan pulau Timor, baik di Kabupaten Dati II Kupang, TTS, TTU, maupun di Kabupaten Belum  ditemukan bahwa jenis barang-barang yang dianggap keramat dan mempunyai kekuatan magis adalah antara lain, keris, pedang, tombak, parang, kain sarung, ikat pinggang, perhiasan-perhiasan (kalung, anting-anting, gelang, cincin, sisir emas), batu bundar, saku, dan tempat sirih pinang. membawa malapetaka, bencana atau sakit, jika disalahgunakan atau tidak dihormati sebagaimana mestinya.
Keramatnya Barang Pusaka dan Dampaknya Atas Kehidupan Anggota Suku
Barang-barang pusaka seperti disebut di atas benar-benar dianggap keramat atau sakti oleh seluruh warga keluarga atau suku yang menyimpannya, dan hanya pemuka adat atau ketua suku yang dapat mendekati, meraba, dan melihat barang pusaka nenek moyang tersebut. Umumnya kaum wanita, terlebih yang masih muda dan dalam usia subur, tak pernah diperkenankan untuk menghampiri, meraba, atau melihat barang-barang tersebut karena dapat menyebabkan wanita yang bersangkutan menjadi mandul atau sakit atau celaka.
Fungsi dan Nilai Barang Pusaka
Dilihat dari segi nilai ekonomis, banyak barang pusaka yang dianggap keramat oleh suku-suku Timor barangkali tak bermanfaat lagi. Tetapi jika dilihat dari nilai rohani atau spiritual barang-barang pusaka ini bernilai tinggi, yakni sebagai satu peninggalan, kenangan, atau tanda mata yang sangat nyata dari para nenek moyang.
Ditinjau dari segi ilmu antropologi budaya atau ilmu sosial dan ilmu kemasyarakatan, barang-barang pusaka yang tersimpan di rumah-rumah adat di seluruh Timor dapat dijadikan sebagai bahan penelitian untuk kepentingan adat istiadat dan kebudayaan orang Timor, yang ternyata mempunyai nilai historis.
Pengaruh Arus Modernisasi terhadap Barang Pusaka Nenek Moyang
Bila kita berjalan ke pedalaman pulau Timor, di mana-mana muncul rumah-rumah permanen yang seolah mendesak rumah-rumah tradisional. Gejala seperti itu tentunya dapat mempengaruhi respek masyarakat terhadap rumah-rumah adat atau rumah-rumah pemali tempat tersimpannya pusaka keramat nenek moyang. Akibat dari perkembangan modern tersebut, ada barang-barang pusaka yang dimusnahkan, yakni dibuang, dijual, dan/atau dipakai begitu saja. Pusaka nenek moyang yang dulunya dianggap keramat, kini mulai dianggap biasa dan bahkan tak bernilai lagi.
Penutup
Dari uraian di atas dapat dikatakan secara singkat bahwa barang-barang pusaka keramat di Timor merupakan milik warga suku yang kini terus dipelihara di dalam rumah adat. Hal ini hendaknya tetap dilestarikan. Bila perlu, di kabupaten-kabupaten dibangunkan museum-museum untuk menyimpan barang peninggalan nenek moyang karena ternyata barang-barang itu mempunyai nilai budaya dan sejarah.


Ringkasan Buku Orang Sakai di Riau

Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk yang sangat padat. Selain itu masyarakatnya terdiri dari bermacam-macam suku. Sehingga dikenal dengan istilah bertbeda-beda tetapi tetap jua. Ada suku Madura, suku Sakai di Riau, suku Samin yang ada di Bojonegoro dan sebagainya, yang merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi negara Indonesia. Akibat dari adanya bermacam-macam suku tersebut Indonesia bisa memiliki berbagai kebudayaan, baik dari segi bahas, mata pencaharian maupun agama. Dalam makalah ini akan diterangkan tentang suku Sakai yang ada di Riau. Orang Sakai berada lumayan jauh dari kota, selain itu masyarakatnya tidak terlalu padat. Hal ini dikarenakan dengan beberapa hal yang akan diterangkan dalam makalah.

A. Lokasi dan Lingkungan hidup orang Sakai.

Di propinsi Riau ada lima kabupaten. Yaitu, Kab. Kampar, Kab. Bengkalis, Kab. Indragiri hulu, Kab. Riau, serta ada satu kota madya. Yaitu Pekan Baru yang menjadi Ibukota Riau. Orang Sakai hidup di wilayah Kab. Bengkalis. Sedangkan orang Sakai terbanyak adalah yang berada di wilayah Kecamatan Mandau. Sebagian kecil lainnya hidup di wilayah Kecamatan Bukit Baru. Desa-desa yang berpenduduk asli suku Sakai ada di desa-desa seperti Talang Parit, Talang Sei Limau dan sebagainya. Tempat tinggal orang Sakai pada umumnya terletak di tepi-tepi mata air dan rawa-rawa. Melalui jalan sungai atau jalan darat, yaitu dengan jalan kaki atau merambah hutan, tempat tinggal mereka dapat dicapai. Sehingga sebetulnya orang Sakai tidak sepenuhnya terasing dari masyarakat luas Riau. Karena lingkungan hidup mereka jauh dari pantai, maka lingkungan hidup mereka adalah rawa-rawa, atau daerah berpaya-paya, berhutan serta bersungai. Fauna dan flora lingkungan hidup mereka sama dengan lingkungan alam wilayah Riau, khususnya lingkungan alam bukan pantai.
Mereka hidup tepencar-pencar dalam sebuah satuan wilayah yang berada dalam sebuah satuan administrasi yang dinamakan batin (dukuh) kalau penduduknya sedikit, dan kepenghuluan kalau jumlah penduduknya banyak. Pada masa sekarang perbatinan sudah tidak ada lagi, yang ada adalah penghuluan (desa). Ketika kota Duri mulai dibangun dan dikembangkan, orang Sakai sebagian besar yang menghuni wilayah-wilayah disekitar kota tersebut diminta pergi dengan diberi pesangon untuk penggantian rugi atas tanah dan pepohonan serta tanaman-tanaman yang ada diladang-ladang mereka. Sebagian dari mereka berpindah tempat pemukiman ke kelompok-kelompok tempat tinggal atau desa-desa orang Sakai lainnya, dimana mereka mempunyai kerabat. Sedangkan sebagian lainnya berpindah ketempat pemukiman masyarakat terasing yang didirikan oleh Departemen sosial beberapa tahun kemudian setelah penggusuran tersebut.

B. Masyarakat dan Kebudayaan Orang Sakai
1.             Sejarah dan asal muasal orang Sakai.

Bechary Hasmy (1970), mantan kepala Kecamatan Mandau, mengatakan bahwa kata sakai berasal dari gabungan huruf dari kata-kata S-ungai, A-ir, K-ampung, A-nak, I-kan. Hal itu mencerminkan pola-pola kehidupan mereka, di kampung, tepi-tepi hutan, di hulu-hulu anak sungai yang banyak ikannya dan yang cukup airnya untuk minum dan mandi. Sedangkan menurut Parsudi suparlan, dari seorang bekas kepala perbatinan (dukuh) sakai yang bernama Saepel, mengatakan bahwa kata sakai berasal dari kata sekai, yaitu nama sebuah cabang anak sungai yang bermuara di sungai Mandau. Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa nama sakai juga berasal dari kata saka, yaitu tiang rumah punggung utama, atau juga kata sikai (tergolong spesies calamus), yaitu sejenis pohon salak yang tidak berbuah dan banyak terdapat di hutan-hutan tempat hidup mereka, yang daunnya di gunakan untuk atap rumah.
Menurut Moszkowski (1089) yang di kutip oleh Loeb (1935), orang sakai adalah orang veddoid yang bercampur dengan orang-orang minangkabau yang datang bermigrasi pada sekitar abad ke-14 ke daerah Riau, yaitu ke Gasib, di tepi sungai Gasib, di hulu sungai Rokan. Gosib kemudian menjadi sebuah kerajaan, kemudian kerajaan gasib di hancurkan oleh kerajaan aceh, dan warga masyarakat ini melarikan diri ke hutan-hutan di sekitar daerah sungai-sungai Gasib, Rokan, dan Mandau serta seluruh anak-anak sungai Siak. Mereka adalah nenek moyang orang sakai. Dalam uraian Saepel (mantan batin beringin sakai), yang di wawancarai oleh Parsudi Suparlan, mengenai asal muasal orang sakai tercakup sejarah awal mula adanya perbatinan lima dan perbatinan delapan. Yang coraknya seperti dua paruh masyarakat. Adapun asal muasal orang sakai menurut Parsudi Suparlan, dalam versi orang sakai itu sendiri adalah sebagai berikut.
Orang sakai datang dari kerajaan Pagarruyung, Minangkabau Sumatra Barat, dalam dua gelombang migrasi. Kedatangan pertama diperkirakan terjadi sekitar abad ke 14, langsung ke daerah Mandau.Mereka ini ada lima keluarga yang masing-masing membangun rumah dan tempat pemukiman sendiri, yang karena itu disebut dengan perbatinan lima. (lima dukuh). Setelah beberapa tahun tinggal di desa Mandau, rombongan yang berjumlah lima keluarga ini, memohon untuk di beri tanah atau hutan untuk mereka menetap dan hidup, karena tidak mungkin bagi mereka untuk kembali ke Pagarruyung. Oleh kepala desa Mandau, masing-masing keluarga di beri hak atas tanah-tanah atau hutan-hutan. Yaitu di daerah sekitar Minas, sungai Gelutu, sungai Penaso, sungai Beringin, dan di daerah sungai Ebon.
Beberapa lamanya setelah keberangkatan rombongan meninggalkan Pagarruyung, kerajaan ini telah menjadi padat lagi. Secara diam-diam, tanpa meminta izin dari raja, sebuah rombongan yang terdiri dari 15 orang (12 orang perempuan dan sebuah keluarga yang terdiri dari suami dan istri, serta seorang hulubalang yang menjadi kepala rombongan yang bernama batin sangkar) pada suatu malam meninggalkan Pagarruyung. Tujuan mereka adalah membuka tempat baru untuk bermukim. Sehingga mereka sampai di hulu sungai Syam-Syam, di Mandau dan berkeliling sampai di daerah yang dialiri tujuh buah anak sungai. Di tempat ini mereka tinggal untuk beberapa tahun lamanya. Suatu ketika seorang istri hamil dan nyidam, dan meminta kepada suaminya untuk mencarikan bayi rusa jantan yang masih ada dalam kandungan. Tetapi yang di dengar oleh sang suami adalah bayi jantan yang dikandung oleh pelanduk (kancil) jantan. Sehingga suami pergi berburu dan tidak pernah kembali, karena ia telah berjanji tidak akan menemui istrinya kalau tidak dapat memenuhi permintaan istrinya. Sedangkan 12 orang perempuan yang di pimpin oleh batin sangkar bermaksud meninggalkan tempat tersebut, mencari daerah lainnya yang lebih baik. Sang istri tidak mau ikut, dan 12 orang perempuan tetap berangkat, dan sang istri melahirkan bayi laki-laki. Setelah sang bayi besar, maka sang anak ibunya tersebut kembali ke Pagarruyung, dan meminta maaf kepada raja Pagarruyng, kemidian mereka menceritakan semua apa yang telah mereka alami.
Dan raja mengirim satu rombongan untuk menyusul Batin Sangkar.
Rombongan yang dipimpin Batin Sangkar akhirnya sampai di daerah petani, setelah melewati hutan belantara dan rawa-rawa. Setelah menetap di daerah ini untuk beberapa tahun lamanya, Batin Sangkar memecah rombongan tersebut ke dalam delapan tempat pemukiman yang letaknya saling berdekatan. Mereka membuat hutan untuk tempat pemukiman baru. Yaitu, Petani, Sebaya atau Duri Km 13, Air Jamban Duri, Pinggir, Semunai, Syam-syam, Kandis, dan Balai Makam. Secara kebetulan setelah delapan tempat itu di bangun, datang satu rombongan yang disuruh oleh raja Pagarruyung. Kemudian oleh Batin Sangkar satu rombongan tersebut di bagi rata penempatannya di delapan tempat pemukiman. Batin Sangkar menyuruh seorang cendekia untuk menghadap kepada raja Siak, dan meminta izin untuk dapat dijadikan rakyat kerajaan Siak Indrapura dan di beri pengesahan atas hak pemukiman dan menggunakan tanah atau hutan diwilayahnya. Oleh raja Siak delapan tempat tersebut disahkan sebagai sebuah perbatinan (dukuh) dengan kepalanya seorang Batin (kepala dukuh) dan diterima sebagai bagian dari kekuasaan kerajaan Siak Indrapura. Kedelapan buah perbatinan tersebut di sebut dengan perbatinan delapan.


C. Kependudukan.

Menurut Koentjaraningrat, dkk, yang mengutipcatatan Departemen Sosial Propinsi Riau pada tahun 1982, terdapat 4.995 orang sakai. Mereka hidup di 13 desa (kepenghuluan). Menurut Parsudi Suparlan keluarga orang Sakai sangat kecil, mereka rata-rata mempunyai dua orang anak. Tingkat kematian balita sangat tinggi, begitu juga tingkat kemandulan. Kelambatan pengembangan jumlah penduduk orang Sakai tampaknya disebabkan oleh beberapa faktor. Yaitu;
1. Mutu gizi yang rendah dari makanan sehari-hari, yaitu menggalo mersik, atau ampas dari hasil pemprosesan ubi kayu beracun.
2. Tingkat klebersihan tubuh dan lingkungan hidup amat rendah.Mandi dan mencuci pakain di lakukan tidak teratur.
3. Kurangnya mengadakan hubungan kelamin diantara suami istri, karena seringnya suami pergi kehutan.

D. Mata Pencaharian dan kehidupan ekonami.

Setiap orang Sakai harus memiliki sebidang tanah, bahkan orang dewasa atau remaja yang masih bujangan pun harus memiliki tanah atau ladang. Karena hanya dari ladang itulah mereka dapat memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari. Untuk pembuatan ladang melalui empat tahapan. Yaitu, memilih tempat untuk berladang. Tanah yang dipilih biasanya tidak banyak semak belukarnya. Tanahnya miring agar tidak tergenang air, berdekatan dengan anak sungai atau air yang mengalir, dan tidak ada sarang semutnya.Yang kedua, membuka hutan untuk dijadikan ladang. Mereka memberi tahu Batin, tentang maksud membuka ladang diwilayah hutan yang mereka pilih. Bila telah selesai urusan ini, maka mereka menebang pohon-pohon yang ada dihutan yang mereka pilih. Yang ketiga, mereka menanam benih padi. Kemidian mereka menanam ubi kayu beracun dan sayur-sayuran serta tanaman-tanaman lainnya. Menjerat hewan, menangkap ikan dan meramu hasil hutan.
Biasanya orang Sakai juga menjerat berbagai jenis hewan liar, (kijang, kancil, babi hutan) atau hewan lainnya yang secara tidak sengaja terjerat. Mereka juga menangkap ikan dengan menggunakan cukah yang terbuat dari anyaman rotan. Selain itu, mereka juga menggunakan jaring untuk menangkap ikan kecil-kecil. Serta menggunakan serok untuk udang-udang yang berada dirawa-rawa. Kegiatan ini dilakukan ketika kegiatan diladang berkurang atau seusai menanam padi.Disamping itu mereka juga meramu atau mengumpulkan hasil hutan. Seperti dahan-dahan kering untuk kayu bakar, jamur setelah hujan turun, pucuk-pucuk daun untuk bumbu, damar, kemenyan, kapur barus dan karet.

E. Agama

Agama asli orang sakai mungkin memang berdasarkan kepercayaan kepada berbagai makhluk halus, yang disebut antu. Mereka meyakini bahwa tidak ada penggolongan antu, jadi baik kemalangan, penyakit, keberuntungan atau juga kebahagiaan dapat disebabkan karena jenis antu yang sama. Oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut pada dasarnya sama, yaitu dengan dikir. Orang sakit diobati dengan dikir, begitu juga orang yang sial. Prinsip dikir ini adalah berdamai dan menyenangkan hati para antu. Caranya dengan memberikan segala kemewahan dan kenikmatan hidup yang digambarkan secara simbolik dalam pentas tarian yang dilakukan oleh sidukun.

F. Kesenian dan Kerajinan.

Orang Sakai dikenal sebagai pembuat benda-benda anyaman tikar dan rotan yang baik. Semua orang bisa membuatnya. Karena kebanyakan peralatan mereka terbuat dari anyaman dan ikatan. Mereka mengayam berbagai wadah dan tempat untuk membawa barang. Disamping itu mereka juga ahli dalam membuat berbagai macam jenis mainan, yang merupakan replika dari rumah, mobil, istana, kapal terbang dan sebagainya yang mereka buat dari daun kapau. Kesenian yang biasanya mereka nikmati adalah dikir (yang sebetulnya adalah upacara pengobatan).



KRITIKAN BUKU
Adapun kelebihan buku Pada buku utama kalau dinilai dari segi sampul sangatlah bagus dan mencolok, dengan desain yang sangat bagus untuk dipandang dari pada buku pembanding yang sampulnya tidak terlalu menawan dari pada buku utama yang terlihat elegan dan mewah serta  enak dipandang. Pada bagian pembahasan isi pada buku pertama penjelasan mengenai suku tersebut jelas dan menyeluruh sedangkan pembahasan pada buku yang kedua penjelasannya tidak terlalu padat dan rumit . Dinilai dari segi sampul buku pembanding ini, cukup menarik. Namun pemilihan judulnya masih terlalu umum, sehingga kurang menarik. Dari segi bahasa telah menggunakan EYD yang baik dan benar. Serta disampaikan dengan gaya bahasa yang sederhana/bahasa sehari-har sehingga lebih mudah untuk dimengerti. Materi yang disampaikan pun diuraikan secara sistematis dan detail.

 Kelebihan isi buku utama daripada buku pembanding adalah isinya mencakup jelas tentang awal perjalanan disertai dengan proses-prosesnya terjun kedalam suku pedalaman yang membuat kejelasan ceritanya nampak. Pada bagian bahasa yang digunakan pada buku utama sangat jelas serta pengertian kata-kata yang tidak dipahami diberi pengertiannya, dan terdapat kalimat inti dari pembahasan perjalannya dengan tanda petik. Sedangkan kekurangannya dari buku yang pertama adalah kalimat-kalimat yang ada didalam isi buku utama terlalu bertele-tele dan sering terjadi pengulangan kata-kata pada isi buku sehingga membuat pembaca sedikit bosan dengan isi buku tersebut. Kekurangan lain dari buku pembanding ialah pemaparannya terlalu panjang sehingga membosankan pembaca untuk dibaca.